TUGAS PPP


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Zat - Air merupakan salah satu komponen abiotik utama yang sangat diperlukan untuk kehidupan. Semua makhluk hidup memerlukan air, baik itu manusia, hewan, maupun tumbuhan. Air mempunyai berbagai fungsi dan juga merupakan habitat hewan dan tumbuhan tertentu. Oleh manusia air digunakan untuk minum, memasak, mandi, dan untuk mengairi daerah persawahan. Air yang jernih dan tidak tercemar mempunyai tiga kriteria, yaitu tidak berwarna, berbau, dan tidak berasa. Apabila salah satu kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka air dikatakan tercemar atau terkena polusi. Pencemaran air meliputi pencemaran di darat dan di dalam perairan (air tawar dan air laut).
Sumber-sumber pencemaran air dapat berasal dari limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, limbah pertambangan minyak lepas pantai, kebocoran kapal tanker pengangkut minyak, atau sampah-sampah organik. Limbah-limbah tersebut masuk ke lingkungan air dan mengganggu keseimbangan dinamisnya. Pencemaran air juga disebabkan oleh limbah pertanian, misalnya sisa pemakaian pupuk buatan, pestisida, dan herbisida yang berlebihan. 

1.2       Tujuan
            1. Mengetahui dampak  dari limbah pertanian.
2. Mengetahui cara penanggulangan dari limbah pertanian.







BAB II
ISI

2.1       Definisi Limbah Pertanian
            Limbah Pertanian diartikan sebagai bahan yang dibuang di sektor pertanian, misalnya sabu, tempurung, kelapa, jerami, dedak, padi, kulit, tulang pada ternak potong serta jeroan & darah pada ikan. Secara garis besar limbah pertanian itu dibagi ke dalam limbah pra dan Saat panen serta limbah pasca panen. Limbah pasca panen  juga bisa terbagi dalam kelompok limbah sebelum diolah dan limbah setelah diolah atau limbah industri pertanian. Pengertian limbah pertanian pra panen yaitu materi-materi biologi yang terkumpul sebelum atau sementara hasil utamanya diambil. Sebagai contoh daun, ranting, atau daun yang gugur sengaja atau tidak biasanya dikumpulkan sebagai sampah dan ditangani umumnya hanya dibakar saja.Kotoran ternak umumnya hanya dijadikan pupuk kandang saja walaupunsebenarnya masih bisa diolah menjadi bahan bakar langsung, difermentasimenjadi gas bio, media atau campuran media jamur, campuran makananternak lainnya (seperti misalnya pada peternakan sistem longyam ataupeternakan di atas kolam ikan).
          Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industry, pertambangan,dll. Kehadiran limbah pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

2.2       Dampak Pencemaran Limbah Pertanian
Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk organik. Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati kemudian dimakan hewan atau manusia, orang yang memakannya akan keracunan. Jangan membuang sisa obat ke sungai. Pada bendungan,  pupuk organik yang larut dalam air dapat menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Hal yang demikian akan mengancam kelestarian bendungan. bendungan akan cepat dangkal dan biota air akan mati karenanya.
Pencemaran perairan salah satunya juga dapat diakibatkan oleh adanya limbah yang berasal dari pertanian misalnya sisa pemakaian pupuk buatan, pestisida dan herbisida yang berlebihan. Polutan tersebut nantinya akan mengalir ke luar persawahan, terbawa sampai ke sungai dan menyebabkan matinya organisme air seperti ikan dan plankton. Pupuk yang ikut masuk ke aliran danau atau sungai akhirnya akan mengakibatkan blooming alga atau pertumbuhan yang sangat cepat akibat terdapat penimbunan pupuk di perairan.
Penimbunan pupuk yang terjadi ini sering disebut dengan eutrofikasi. Hal ini pernah terjadi pada danau Rawa Pening, Jawa Tengah atau di tempat – tempat lain di Indonesia. Contoh limbah pertanian yang lain yang jga dapat mengakibatkan terjadinya pendangkalan adalah DDT (Dichloro dipenyl trichloroethan) yaitu sejenis pestisida. Bila masuk ke tubuh organisme, zat organoklorin yang terdapat pada DDT akan mengalami penumpukan atau terakumulasi. Proses ini sering disebut dengan biological accumulation. Dalam rantai makanan, kadar DDT ini semakin meningkat pada tubuh organisme disetiap tingkat tropik dan tingkat konsentrasi tertinggi berada pada tingkat konsumen. Proses ini sering disebut dengan biological magnification.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgB-xXgIIYDPibgovP7C6kvKmINVc2jeEdMd66OUUGI61fkFcpDsH1m8auaeH0h-Fp51eGj5zlkAY6IR5EG5zhqI009JIb8Kcbnp7NwtfNs3F2BGhjnNNycStDrdN1sphgCPHIsoqeDtNE/s1600/Biological-magnification-DDT-pada-rantai-makanan.jpg
Gambar Biological magnification DDT pada rantai makanan.
Biological magnification dapat terjadi karena DDT merupakan insektisida yang sangat efektif terhadap serangga, tetapi tidak beracun bagi hewan lain seperti burung dan mamalia. Senyawa – senyawa ini tidak larut dalam air, namun terlarut dalam lemak dan juga minyak. Dalam dosis yang besar DDT dapat mematikan bagi serangga, namun lain halnya pada dosis kecil DDT tidak dapat mematikan serangga. Pada akhirnya serangga – serangga tersebut akan tetap hidup dan kebal atau resisten terhadap DDT. Selain tidak dapat diuraikan dan tidak dapat dikeluarkan oleh tubuh, DDT juga dapat menyebabkan kerugian pada organisme yang memakannya. Selain bersifat merusak dan dapat menyebabkan kanker, DDT juga dapat menyebabkan terhambatnya proses pengapuran kulit telur pada burung. Akibatnya, akan banyak burung yang akan mengalami penurunan karena telur – telur tersebut gagal menetas. Bahkan karena sifat DDT yang tidak dapat terurai tersebut, DDT juga dapat terbawa hingga ke perairan yang jaraknya sangat jauh dari sumber pencemaran.
Penggunaan DDT di perkebunan apel di Amerika, misalnya, ternyata mempengaruhi kehidupan burung Pinguin di Benua Antartika, karena DDT tersebut terbawa arus laut melalui Samudera Pasifi k. Polutan pencemaran air yang lain adalah limbah pertambangan. Tambang minyak lepas pantai dan tumpahan minyak mentah dari kapal tanker yang bocor menimbulkan pencemaran di laut. Tumpahan minyak tersebut dapat membunuh organisme laut, seperti ikan, anjing laut, dan berbagai jenis burung laut. Tumpahan minyak tersebut juga bisa menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam laut, sehingga berbagai jenis tumbuhan laut tidak dapat melakukan proses fotosintesis.
Peningkatan produksi yang didorong untuk memenuhi permintaan dalam maupun luar negeri disisi lain menimbulkan dampak negatif  bagi lingkungan. Diantaranya penggunaan bahan agrokimia seperti pupuk dalam pertanian akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan menurunkan kualitas lahan dengan hilangnya lapisan subur akibat erosi dan pencucian hara. Selain itu, tersedianya banyak sisa hasil dari bercocok tanam, seperti jerami yang berlimpah dan gulma yang belum dimanfaatkan dapat menjadi masalah. Kegiatan petani yang selama ini cenderung untuk membakar sisa hasil pertanian seperti jerami dan gulma tentu akan menyumbang banyak karbondiokasida yang ditengarai sebagai salah satu penyebab pemanasan global.
Pencemaran ini berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam, dan sebagainya. Di badan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat (dari kegiatan pertanian) telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali (eutrofikasi berlebihan).Ledakan pertumbuhan ini menyebabkan oksigen, yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang.Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisi mereka menyedot lebih banyak oksigen. Sebagai akibatnya, ikan akan mati, dan aktivitas bakteri menurun.
Limbah pertanian, memiliki dampak positif. Salah satunya Sebagian besar bahan sisa hasil pertanian dapat digunakan sebagai pakan hasil ternak atau ikan. Limbah pertanian ini banyak tersedia, tetapi belum digunakan secara maksimal. Produksi limbah pertanian akan bervariasi menurut jenis dan musim. Uumnya limbah pertanian banyak tersedia di desa.








2.3       Contoh Kasus

DARI SABANG SAMPAI MERAUKE: KELAPA SAWIT CEMARI AIR TANAHKU

Senin, 03 September 2012 00:00
Komoditi kelapa sawit yang terus digenjot produksinya oleh pemerintah Indonesia, tak hanya menimbulkan berbagai problem lingkungan terkait musnahnya hutan hujan tropis Indonesia di berbagai wilayah dan berbagai spesies endemik yang ada. Perkebunan sawit, selama masa penanaman dan produksi, juga menimbulkan berbagai masalah serius bagi masyarakat yang ada di sekitar perkebunan. Salah satu yang seringkali terjadi adalah pencemaran sumber air masyarakat oleh limbah kebun sawit. Dampak yang terjadi, mulai dari menurunnya kualitas air, berkurangnya kuantitas air, dan tercemarnya sumber air masyarakat masih terjadi hingga kini. Rusaknya kualitas air, juga menyulitkan masyarakat untuk melakukan aktivitas pertanian.
Seiring dengan masifnya ekspansi kelapa sawit, jeritan-jeritan akibat kerugian dan kerusakan lingkungan terus disampaikan oleh warga, terutama yang berdiam di sekitar perkebunan sawit. Dalam setahun terakhir, berbagai kasus pencemaran air oleh perkebunan maupun pabrik pengolahan kelapa sawit terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Tercatat setahun lalu, warga desa Sarudu di Kecamatan Matra, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat telah mengeluhkan kondisi air mereka yang terus berkurang debitnya akibat terserap ke perkebunan sawit yang ada di sekitar desa. Lahan sawit yang ada di sekitar Mamuju sebagian besar dikelola oleh PT Astra Agro Lestari yang memiliki enam anak perusahaan yang masing-masing rata-rata menggarap sekitar 10 ribu hektar kebun sawit.
Keluhan masyarakat umumnya pada sulitnya melakukan aktivitas pertanian di beberapa desa yang berdampingan dengan perkebunan sawit, seperti dilaporkan oleh AntaraNews.com. “Kami tidak bisa lagi mengembangkan lahan pertanian setelah lahan perkebunan sawit ini beroperasi dan kami tidak mengetahui apa faktor mendasar sehingga tanaman yang kami tanam tidak bisa tumbuh sempurna,” ujar seorang warga Sarudu bernama Sukirman yang mengaku telah mencoba mengolah berbagai jenis tanaman namun selalu gagal.
Warga Kecamatan Tikke Raya, Iswadi juga menyampaikan keluhan yang sama. Ia mengaku, saat mencoba menggarap lahan pertaniannya, tidak pernah memberikan hasil memuaskan. Kasus lain yang terjadi terkait pencemaran air akibat sawit adalah kasus yang menimpa warga yang hidup di sekitar Sungai Kombih dan Sungai Souraya kota Subulussalam, Aceh seperti dilaporkan oleh Serambi Indonesia 26 Juni 2012 silam setelah penampungan limbah sawit dari pabrik pengolahan PT Bangun Sempurna Lestari jebol dan memasuki sungai.
Akibat tercemarnya dua sungai yang melintasi kampung ini, kondisi air berubah sontak mengeluarkan bau tak sedap dan berminyak. Warga pun tak berani mengonsumsi air sungai untuk memasak dan minum karena dikhawatirkan mengandung racun. Selain air, ikan dan udang yang biasa dikonsumsi masyarakat juga mati tertelan limbah.
Sejumlah kepala desa dan warga tanggal 25 Juni 2012 silam mendatangi pimpinan PT BSL Chandra Ginting, untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas punahnya ikan air tawar akibat pencemaran limbah pabrik tersebut. Darni, Kades Lae Pemualen, Kecamatan Runding mengatakan, bahkan, ikan dan udang yang mati tersebut ternyata juga tidak bisa dikonsumsi oleh warga. “Ikan yang mati puluhan ton, itu bukan bohongan karena bayangkan saja begitu besarnya Sungai Kombih dan Souraya tercemar, berapa banyak ikan di sana semua mati karena limbah,” kata Darni.
Dari Kalimantan Timur dilaporkan oleh Tribunnews.com, Bupati Paser HM Ridwan Suwidi tanggal 17 Juli 2012 silam menerima laporan warga Desa Tepian Batang, Kecamatan Tanah Grogot terkait adanya pencemaran sungai teratai akibat pencemaran pabrik pengolahan limbah sawit di Long Pinang, milik PTPN XIII.
Warga mengatakan, kondisi air sudah hitam pekat akibat pencemaran limbah pabrik sawit tersebut. Masyarakat juga melaporkan bahwa ikan di Sungai Kandilo banyak yang mati dan terdampar di tepi sungai.
Namun, pihak PTPN XIII menyanggah hal tersebut, setelah Manajer Distrik PTPN XIII, Joko Pinam seperti dilaporkan Tribunnews telah mendapat laporan dari manajer pabrik di Long Pinang. “Saya juga telah mendengar informasi itu dan sudah saya tanyakan kepada Manajer Pabrik Long Pinang. Katanya tidak seperti itu, meskipun ada, mungkin karena rembesan, maklum musim hujan jadi settling pond meluap. Kalau itu yang terjadi, kita akan segara perbaiki,” tandasnya kepada Tribunnews 16 Juli 2012 silam.
Kerusakan paling fatal adalah dampak yang menimpa objek wisata Danau Toba yang menjadi salah satu ikon wisata Indonesia. Air danau Toba, seperti dilaporkan Waspada Online, menyusut hingga 6 meter per tahun akibat penebangan hutan dan limbah kelapa sawit. Permukaan air danau mengalami penurunan akibat debit air yang berkurang.
Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup, Abetnego Tarigan yang disampaikan kepada Waspada Online 28 Juli 2012 silam, penebangan hutan dan limbah pabrik memang menjadi faktor yang merusak ekosistem sejumlah danau di Indonesia.
Ia menambahkan bahwa selain penurunan debit air danau akibat hutan tanaman industri, juga ditemukan berbagai bentuk pencemaran air danau. Abetnego mengatakan, dari pantauan WALHI, di Danau Sembulung, Kalimantan Tengah, kualitas airnya sangat berminyak akibat adanya pabrik-pabrik kelapa sawit di sekitar kawasan itu.

Lemahnya Komitmen Terhadap Perubahan Iklim
Menanggapi turunnya permukaan danau Toba dan berbagai permasalahan air akibat limbah, pakar lingkungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, mengatakan, institusi pemerintah terkait seperti Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pekerjaan Umum yang mengurus sektor air selama ini tidak berkordinasi dalam mengatasi masalah penurunan debit air dan pencemaran air danau. Padahal menurutnya, saat ini ada Peraturan Pemerintah No. 37/2012 soal pengelolaan daerah aliran sungai yang menjadi landasan kerja dari beberapa kementerian terkait.
“Perbedaan debit sungai di musim kemarau dan penghujan harus tetap sama. Cara mengatasinya adalah semua kementerian yang terkait harus duduk bersama supaya sektor kehutanan dan sektor air bisa bersinergi. Jika tidak diatur, tetap aja musim kemarau kering, musim penghujan banjir. Dan tentunya kita kan sudah komitmen dengan perubahan iklim yang menekankan, ‘Give more space of water’. Jadi berikanlah ruang air lebih banyak,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bulan Februari lalu justru menyampaikan bahwa perkebunan sawit tidak menyebabkan kerusakan hutan atau deforestasi Tanah Air kepada AntaraNews.com 22 Februari 2012 silam.
“Saya akui keberadaan perkebunan sawit tidak merusak hutan, namun berdampak pada berkurangnya kelestarian satwa,” katanya di sela-sela International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE). Zulkifli mengatakan, saat ini pihaknya terus berupaya bersinergi untuk menentukan kawasan sebagai tempat pelestarian satwa liar. Akan tetapi,  hal itu juga harus dilakukan oleh perusahaan di industri kelapa sawit untuk menyiapkan kawasan pelestarian di perkebunan sawit. Saat ini terdapat 7,5 juta hektare lahan kelapa sawit di Indonesia. Dari total produksi, sebanyak 36 persen di antaranya adalah hasil petani kecil, 15 persn dari BUMN, dan sisanya dari swasta.

2.4       Solusi Limbah Pertanian
Selama ini belum ada upaya yang maksimal dalam penanganan limbah dan dampak negatif dari usaha pertanian, sehingga perlu dikaji pengangannya melalui sistem integrasi tanaman-ternak. Konsep sistem integrasi tanaman-ternak ini hadir sebagai salah satu bentuk pertanian terpadu. Pola integrasi antara tanaman dan ternak muncul sebagai kegiatan pertanian dan peternakan yang saling melengkapi. Pola ini akan akan menjadi solusi bagi usaha pertanian. Salah satu contoh integrasi yang terjadi antara hewan ternak dan tanaman adalah limbah ternak berupa kotoran diolah menjadi pupuk cair dan kompos dan kemudian diaplikasikan pada lahan pertanian. Manfaat kompos yang dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikan kondisi kehidupan di dalam tanah dan sumber zat makanan bagi tanaman tentu akan berpengaruh besar bagi pertanian. Sebaliknya limbah pertanian berupa jerami, gulma dan dedak dapat dimanfaatkan pula sebagai pakan ternak.
Selain itu, bentuk integrasi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembalakan ternak di pinggir atau pada lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil, sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar tempat tersebut atau menggunakan tenaga sapi atau kerbau untuk pengolahan tanah. Sementara itu, ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urin dan kotoran padatnya.
Harapan dari pola tersebut petani yang ketergantungan akan bahan agrokimia seperti pupuk sintesis yang sudah jelas mempunyai efek negatif dan limbah ternak berlimpah belum tertangani akan terselesaikan dengan adanya penyediaan pupuk kandang dari limbah ternah dilahan pertanian, sehingga terbentuk peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Adapun dampak negatif dari pertanian berupa kerusakan tanah dan pemanasan global dalam jangka panjang dapat diminimumkan..
Salah satu penyebab menurunnya kualitas lahan pertanian di negara kita adalah banyaknya residu bahan kimia sintetik, seperti herbisida. Upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang terkena polusi herbisida tersebut telah dilakukan. Salah satu teknologi alternatif untuk tujuan tersebut adalah melalui bioremediasi. Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali. Tumpahan minyak dari kapal tanker di laut lepas, dapat ditangani dengan pelepasan bakteri pengurai hidro karbon (Kelompok Pseudomonas).  Penguraian senyawa kontaminan ini umumnya melibatkan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri).
Kumuhnya pasar, disebabkan karena limbah tidak ditangani dengan baik padahal limbah tersebut dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Setiap hari Jakarta dipenuhi limbah 3000 ton sedang Makassar memproduksi limbah 400 ton/hari (Kompas, 2010).  Menurut FAO (1999) gas metan yang berasal dari sawah,  kotoran ternak dan limbah pertanian berkonstribusi 37 % pada terbentuknya  gas rumah kaca sedang gas C02 yang berasal dari kendaraan, pembakaran dan pabrik berkonstribusi hanya 8 %. Semua usaha, sekecil apapun termasuk mengelola limbah, mengkandangkan ternak, sangat dihargai untuk menghambat laju pemanasan global.
Limbah pertanian melalui proses bioteknologi dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Limbah dapat dijadikan bahan baku sumber biogas, bioetanol, biodiesel, pupuk organik, biopestisida, biofertilizer, makanan ternak,  briket dan asap cair.  Hanya dengan  penggunaan limbah jerami padi, 60 jt ton jerami/th sesungguhnya dpt mencukupi kebutuhan pakan untuk ± 12,5 juta unit ternak, yang berarti dapat menunjang swasembada daging pada tahun 2014. Dengan seekor sapi menghasilkan rata-rata 23,39 kg kotoran. Bila kotoran tersebut dicampur air lalu disimpan dikantong plastik atau tangki yang tertutup rapat maka dalam waktu 2 minggu akan terbentuk gas metan yang dapat menyalakan kompor Gas selama 3 jam, cukup untuk memenuhi kebutuhan 1 keluarga. Di India, satu liter urine sapi harganya lebih mahal dari seliter bensin, karena setelah difermentasi dapat dijadikan pupuk cair bahkan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Limbah Makassar dengan potensi 400 ton/hari jika dijadikan pupuk organik (rendemen 50 %) dengan tambahan bioaktifator akan diperoleh 200 ton pupuk organik padat dengan nilai Rp. 400 juta(jika pupuk organik dinilai Rp 2000/kg). Tidak heran jika seorang pimpinan Cabang sebuah Bank di Jakarta, mundur dari aktifitasnya dan mendirikan pabrik pupuk organik cair (POC). Dengan modal 24 tandon pada lahan 50 m2, dapat menghasilkan 24.000 liter POC/bulan, Jika harga pupuk cair Rp.25.000, maka omset nya Rp.600 juta/bulan. Secuil contoh kegiatan yang kreatif dan inovatif memanfaatkan potensi alam melalui pendekatan bioteknologi sederhana yang dapat ditiru oleh para sarjana untuk membuka lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, lebih mengsejahterakan masyarakat dan ikut mendukung lingkungan yang bersih secara berkesinambungan.





BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
1.         Dampak dari limbah pertanian ialah penggunaan bahan agrokimia seperti pupuk dalam pertanian akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan menurunkan kualitas lahan dengan hilangnya lapisan subur akibat erosi dan pencucian hara.
2.         Cara penanggulangan dari limbah pertanian ialah teknologi alternatif  bioremediasi dan bioteknologi.

3.2       Saran
Saran yang dapat diambil ialah sebaiknya, limbah pertanian harus diminimalisir dan dimanfaatkan.















DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin. Makassar

Tarmudji dan Koesmayadie . 1983. Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan   Ruminansia.  Jawa Barat.

Widayati, S., S. N. Rochmah dan Zubedi. 2009. Biologi : SMA dan MA Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 290.

http://irwantoshut.net/pencemaran_air.html



http://yohanrich.blogspot.com/2012/05/solusi-limbah-pertanian.html#!/2012/05/solusi-limbah-pertanian.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB IV UJI ORGANOLEPTIK IKAN SEGAR DAN IKAN SEGAR YANG DIDINGINKAN

Pengaruh Cuaca Terhadap Hasil Tangkapan Ikan

BAB IV UJI ORGANOLEPTIK IKAN SEGAR DAN IKAN SEGAR YANG DIDINGINKAN